BANDUNG, REVOLUSINEWS.COM – Pemerhati Konstruksi, Dede Farhan Aulawi menaruh perhatian terhadap pesatnya pembangunan di Indonesia terkait masalah penegakan hukum dalam sektor konstruksi jika dinilai ada pelanggaran hukum dalam pelaksanaannya.
“Setiap pemerintahan suatu negara pasti ingin selalu dan terus melaksanakan pembangunan di negaranya masing-masing. Baik pembangunan fisik maupun non fisik karena pembangunan merupakan salah satu indikator penting dari tujuan pemerintahan itu sendiri. Disinilah peran penting sektor konstruksi untuk melaksanakan pembangunan fisik sebagaimana dicanangkan oleh pemerintah,” kata Pemerhati Konstruksi Dede Farhan Aulawi di Bandung, Senin (15/8/22).
Dikatakan Dede, di Indonesia ada Undang Undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa konstruksi dan ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.
“Dari satu sisi tentunya harus bersyukur dengan pesatnya pembangunan tersebut. Namun dari sisi lain tentunya ada beberapa hal yang harus diperhatikan misalnya masalah penegakan hukum dalam sektor konstruksi jika dinilai ada pelanggaran hukum dalam pelaksanaannya,” ujar Dede menyampaikan dalam diskusi santai dengan beberapa awak media.
Ia mengungkapkan, bahwa sebagian masyarakat Indonesia tentunya sudah mengetahui bahwa jasa konstruksi merupakan sektor yang memegang peran penting dalam pembangunan di Indonesia. Baik pembangunan berupa gedung, mall, perumahan, jembatan, jalan, pabrik, bendungan, dan lainnya.
Kemudian terkait dengan masalah penegakan hukum sektor konstruksi, kata Dede menyampaikan pendapatnya bahwa penyelesaian atas pelanggaran hukum di sektor konstruksi ini harus dilakukan secara transparan agar tidak terkesan diskriminatif. Kita mungkin masih ingat kasus Jembatan Grogol yang dibangun oleh kontraktor asing ternyata ramp-nya runtuh menewaskan beberapa tenaga kerja. Kemudian ada juga kasus Rumah Toko yang dibangun di Sunter Jakarta utara runtuh yang menewaskan lebih dari 10 tenaga kerjanya, dan berbagai kasus lainnya yang sejenis. Namun sayang penyelesaian dari kasus-kasus tersebut tidak ada kabar beritanya.
Selanjutnya, Dede juga menjelaskan bahwa dunia jasa konstruksi tidak pernah sepi dari sengketa dan perselisihan. Potensi konflik timbul dari pelakunya sendiri (pengguna, penyedia dan pihak ketiga), bisa juga akibat tidak sepakatnya para pihak dalam menafsirkan perjanjian kerja.
“Perselisihan timbul biasanya setelah terjadi klaim akibat adanya perubahan/ketidaksepakatan dalam menterjemahkan kontrak. Belum lagi masih adanya dugaan praktek korupsi berupa mark up harga, pungutan liar, gratifikasi, dan lainnya,” katanya.
Menyinggung masalah korupsi, Dede juga menjelaskan pandangannya bahwa dalam kehidupan sehari-hari korupsi hampir terjadi di setiap tingkatan dalam aspek bermasyarakat, apalagi terkait dengan proyek – proyek konstruksi yang dimilainya basah sehingga terkadang jadi bahan bancakan banyak pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tanpa disadari, korupsi timbul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum, seperti memberi hadiah kepada pejabat/ pegawai negeri sebagai imbal jasa sebuah pelayanan.
“Jadi jangan lupakan bahwa kegiatan membangun di seluruh Indonesia harus memenuhi persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang berlaku sesuai dengan Undang Undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, dan di bidang konstruksi telah dikeluarkan surat keputusan bersama antara Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja no 174/Men/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Pedoman Keselamatan dan Kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi. Semua harus patuh dan taat pada aturan hukum yang berlaku karena tujuan pasti baik untuk semua pihak,” tutup Dede menutup diskusi dengan menyeruput teh tawar panas kesukaannya.
