CILACAP, Revolusinews.com – Sejumlah warga Dusun Ujungmanik meliputi RT 02, 03 dan RT 04/RW 06 Desa Ujungmanik, Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap menggelar audensi di Kantor Desa Ujungmanik menuntut atas izin perpanjangan kontrak tower BTS yang diduga tidak transparan, Senin (10/11/2025).
Diketahui, bahwa tower Base Transceiver Station (BTS) milik PT Tower Bersama Group (TBG) berdiri sejak tahun 2013, dari izin awal disepakati, bahwa lamanya kontrak yakni 11 tahun, sehingga pada tahun 2024 masa perizinan kontrak yang disepakati dinyatakan habis.
Menurut pengakuan, dan pengalaman warga selama 11 tahun terakhir, mereka merasakan dampak dari tower yang telah berdiri sejak tahun 2013 tersebut, oleh karena warga berharap ada evaluasi guna dikaji ulang ketika masa kontrak itu berakhir.
Warga berkeinginan, bahwa ketika berakhir kontrak ada semacam sosialisasi guna menyerap keluhan warga akan adanya dampak yang ditimbulkan selama belasan tahun. Namun harapan pupus, bahwa ketika pemilik lahan melakukan izin perpanjangan bersama pihak perusahaan secara sepihak. Tak ada kompensasi yang semestinya diberikan, dan sehingga warga terdampak membawa permasalahan tersebut ke tingkat Pemerintah Desa.
Tampak hadir dalam audensi, Kepala Desa Ujungmanik Sugeng Budiyanto, Kadus Dusun Ujungmanik Warsono Rahman, Pemilik sewa lahan Niswan Saefulloh (Haji Siwan), puluhan warga masyarakat terdampak tower BTS Menara Telekomunikasi.

Dari pertemuan yang digelar, warga menyampaikan keberatan mengenai perpanjangan izin kontrak hanya sepihak, tidak melibatkan warga sekitar dan syarat, tidak memenuhi unsur transparansi. Tak hanya itu terkait dampak adanya tower menjadi ranah masalah yang tentu perlu dipecahkan, sehingga warga berharap permasalahan dapat selesai tanpa harus banyak kompromi.
Saat dikonfirmasi Sugeng Budiyanto Kepala Desa Ujungmanik menyampaikan, bahwa terkait mediasi yakni adanya warga yang menuntut atas izin kontrak tower BTS di wilayah Dusun Ujungmanik, Desa Ujungmanik.
“Hari ini yakni pertemuan bersama warga wilayah Dusun Ujungmanik, terkait adanya izin kontrak tower BTS yang kedua atau perpanjangan,” ucapnya.
“Lingkungan warga sekitar mempertanyakan, dan mereka berkumpul di ruang kantor Desa untuk mencari titik temu guna mendapat solusi yang terbaik,” ujar Sugeng.
Selaku pihak Pemerintah Desa ia melakukan langkah agar persoalan yang menimpa warga teratasi dengan baik.
“Untuk langkah yang dilakukan, kami selaku pihak Pemerintah Desa, secepatnya mengkomunikasikan dengan pihak pengelola tower tentunya. Terkait hal ini sudah sejauh mana prosedur yang ditempuh untuk tahap perizinan yang kedua. Kita nanti berkoordinasi dengan pihak dinas terkait proses legalitasnya seperti apa,” jelas Sugeng Budiyatno.
Ia menjelaskan, bahwa agenda mediasi, warga berharap adanya kompensasi yang semestinya diberikan kepada pihak warga terdampak.
“Warga menuntut kompensasi. Mungkin apa yang diharap, seperti ketika awal perizinan, kemudian kontribusi sosial untuk kas lingkungan RT,” tuturnya.
Ditanya mengenai izin perpanjangan untuk mengundang atau izin ke pihak Desa, Sugeng mengatakan tak ada regulasi ke arah itu.
“Tadi saya sudah sedikit minta penjelasan dari dinas perizinan, terkait hal itu tidak dibutuhkan, cuma yang dipertanyakan yaitu Sertifikat Laik Fungsi (SLF), Sertifikat Laik Fungsinya sudah ada apa belum, karena untuk membuat itu harus diketahui warga lingkungan. Intinya pertemuan tadi belum ada titik temu karena baru sebatas pemilik lahan dan warga sekitar. Kita komunikasi untuk mendapat informasi dengan pengelola atau provider PT Tower Bersama Group (TBG) guna mencari solusi yang terbaik,” harap Sugeng Budiyatno Kepala Desa Ujungmanik.
Hal senada disampaikan Hadi Rismanto atau akrab disapa Mbah Ris, perwakilan warga terdampak, ia mengatakan, bahwa pertemuan yang digelar belum ada titik terang.
“Mengenai hasil mediasi, belum ada titik temu, dengan umpama kata sepakat, tapi memang bagi kami punya harapan atau keinginan. Dengan adanya pendirian tower dampak negatif tentunya ada. Contoh ketika ada angin kencang, tanpa disangka, dan kita duga, tower mengalami roboh, yang otomatis menimbulkan terjadinya korban,” kata Mbah Ris.
“Disisi lain adanya pendirian tower yang diawali yakni perizinan yang tepat dan lengkap, yang kami tanyakan terkait izin perpanjangan kontrak warga tidak diberitahu, apalagi ada kompensasi atau semacam tali asih. Tuntutan kami adalah kompensasi, dan untuk ke depan ada kontribusi berupa kas lingkungan setempat,” ucapnya.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa adanya pendirian tower sangat dirasakan dampak negatifnya.
“Perlu kami pertegas, bahwa dampak tower sangat terasa ketika terjadi hujan lebat, petir menyambar, dan warga yang dekat dengan area merasakan jauh berbeda ketika belum ada yang namanya tower. Tuntutan kami hanya dua, kompensasi dan kontribusi buat kas lingkungan RT, dan ketika tuntutan kami tidak dipenuhi maka, kami selaku warga keberatan dengan adanya izin perpanjangan tower yang ada di wilayah kami, karena kami lah yang merasakan dari semua dampak itu,” tegasnya.
Ia menyayangkan pemilik lahan yang diduga tidak transparan atas izin perpanjangan kontrak yang telah dilakukan.
“Kami sangat menyayangkan kepada pihak pemilik lahan, kenapa sudah transaksi untuk kontrak yang kedua tidak memberitahu, kepada warga sama sekali. Padahal seandainya, ia tidak menutup diri, mau komunikas, dan mau duduk bareng, tidak terjadi seperti ini,” ujar Mbah Hadi Rismanto.
Sementara itu, Niswan Saefulloh, pemilik lahan memberi tanggapan baik atas audensi yang digelar oleh warga.
“Terkait mediasi tanggapan saya itu bagus, masalahnya ini menyangkut lingkungan. Awal berdirinya tower itu atas dasar persetujuan warga. Awal ada persetujuan, dan ada kompensasi sehingga berdirilah bangunan tower,” kata Niswan.
“Saya mengaku, bahwa izin perpanjangan kontrak sudah dibayar 11 tahun yang akan datang. Jadi ketika warga menuntut kompensasi izin kontrak perpanjangan saya komunikasikan dengan pihak perusahaan. Karena yang mengeluarkan kompensasi, dan bisa berdiri adanya tower adalah perusahaan,” terangnya.
Dikatakannya, bahwa sebelum habis masa kontrak, pihak perusahaan datang untuk meminta perpanjangan. Seperti halnya di kontrak awal, kontrak kedua selama waktu 11 tahun.
“Kontrak kedua sama seperti awal yaitu selama 11 tahun, dimulai tahun 2024 sampai dengan tahun 2035. Waktu itu pihak perusahaan datang, mengontrol, kemudian menanyakan tanah tersebut sudah bersertifikat apa belum, kalau bisa mau diperpanjang, lalu saya bilang, silahkan,” ungkap Niswan.
“Mengenai kompensasi Insya Allah saya juga tanggung jawab,” imbuhnya.
Disinggung mengenai nilai kontrak Niswan menyebut, bahwa kontrak kedua ia terima tak seperti di kontrak awal.
“Kontrak pertama saya terima Rp 165.000.000, kemudian untuk kedua saya terima Rp 200.000.000, ada penambahan di kontrak kedua yakni sekitar Rp 35.000.000. Saya tidak kepikiran bersosialisasi kepada warga, yang ada dipikiran saya adalah duit. Tapi saya siap semampu saya, memberi kompensasi seikhlas saya,” tutup Niswan Saefulloh.










