MOJOKERTO, Revolusinews.com – Kombes Pol Tri Suhartanto, Kepala Siaga A Mabes Polri sekaligus Penasihat Museum Gubug Wayang mengatakan bahwa Museum Gubug Wayang Group juga mengelola “Temporary Museum,” sebuah program edukasi unik yang memperkenalkan artefak budaya ke masyarakat melalui pameran di sekolah, universitas, dan kantor pemerintah daerah pada Jumat (15/11/2024).
“Hal ini selaras dengan tugas Polri dalam mendukung program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang ke 8 (delapan) yaitu memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam dan budaya serta peningkatan toleransi antar umat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur,” ujar Kombes Tri.
Museum Gubug Wayang Group mencakup tiga museum besar di Indonesia, yaitu Museum Gubug Wayang di Mojokerto, Museum Ganesya di Malang, dan Museum Srimulat di Batu.
Museum Gubug Wayang Group terdapat salah satu museum yang menjadi sorotan adalah Museum Ganesya di Malang, berlokasi di dalam Kompleks Hawai Waterpark di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
Hawai Waterpark sendiri merupakan taman rekreasi seluas lima hektar dengan berbagai wahana air dan kering yang menarik bagi keluarga.
Di antara gemerlap wahana ini, berdirilah Museum Ganesya sebagai oasis edukasi budaya di lantai dua dan tiga gedung utama kompleks.
Museum Ganesya terdiri dari 2 lantai yakni lantai 2 dan 3 di gedung sebagai sebuah lembaga edukasi.
Adanya Museum Ganesya tersebut di dalam gedung ini ditandai dengan Gong Raksasa yang terdapat di depan gedung, di sebelah kanan pintu masuk utama.
Gong berdiameter 3,5 meter dengan berat sekitar 0,5 ton dan terbuat dari pelat besi ini berasal dari Mojokerto, dan dipasang di sini pada sekitar bulan September 2019, beberapa waktu setelah berdirinya Museum Ganesya.
Museum Ganesya menjadi bukti dedikasi dalam pelestarian budaya Indonesia. Nama “Ganesya” adalah singkatan dari “Gelar Indonesia Budaya,” menandakan tujuan museum ini untuk memamerkan artefak bersejarah, khususnya dari era Kerajaan Singhasari, Majapahit, hingga masa kemerdekaan Indonesia.
Peresmian museum ini dilakukan pada 12 Juli 2019 oleh Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P, dan sejak itu Museum Ganesya telah menjadi destinasi wisata edukasi bagi masyarakat.
Di lantai dua, pengunjung dapat melihat berbagai peninggalan sejarah yang mengisahkan kekayaan budaya Nusantara.
Salah satunya adalah koleksi keramik dari Dinasti Song (960–1279 M) yang digunakan dalam perdagangan antara Tiongkok dan kerajaan-kerajaan Jawa.
Museum ini juga menampilkan Fragmen Celadon, keramik berkualitas tinggi dari Tiongkok yang pernah menjadi barang dagangan utama di kawasan Nusantara.
Pengunjung juga bisa melihat Uang Gobog yang berasal dari zaman Singhasari dan Majapahit. Terbuat dari perunggu dengan nilai nominal beragam, mata uang kuno ini menjadi pengingat masa lalu kejayaan perdagangan di Nusantara.
Selain itu, Museum Ganesya juga menampilkan berbagai koleksi manik-manik prasejarah dan perhiasan berharga lainnya, memperlihatkan status sosial dan kehidupan sehari-hari masyarakat zaman dulu.
Di ruang kaca lainnya, terdapat koleksi terakota dari era Majapahit. Tak hanya berfungsi sebagai benda utilitarian, seperti pasu, gentong air, dan celengan, terakota juga sering dijadikan barang-barang dekoratif dan ritual, termasuk miniatur candi dan peralatan upacara.
Terakota memang memiliki tempat istimewa di era Majapahit, sehingga para ahli sejarah bahkan menyebut Majapahit sebagai “Imperium Terakota.”
Yang terakhir di lantai kedua ini adalah koleksi mainan anak-anak.
Banyak ahli pendidikan berpendapat bahwa “bermain adalah hal yang amat diperlukan oleh anak-anak untuk menunjang perkembangan jiwanya”.
August Frobel, Maria Montessori, Rabindranath Tagore, hingga Ki Hajar Dewantoro senantiasa menekankan hal tersebut dalam lembaga-lembaga pendidikan yang mereka dirikan. Dan tak boleh dilupakan, sebagai “pencinta anak-anak”, Pak Raden pern