Perubahan Struktur Kekuatan Global dan Implikasinya Bagi Indonesia

oleh -46 Dilihat
oleh
img 20251024 wa0021

Oleh : Dede Farhan Aulawi

RevolusiNews.com – Struktur kekuatan global saat ini mengalami perubahan yang signifikan. Jika pada era pasca Perang Dunia II dunia berada di bawah dominasi bipolar antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, maka kini dinamika global beralih ke pola multipolar dengan munculnya kekuatan baru seperti Tiongkok, Rusia, India, dan aliansi non-Barat seperti BRICS. Pergeseran ini tidak hanya mengubah peta politik dan ekonomi internasional, tetapi juga menimbulkan dampak strategis bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang memiliki posisi geopolitik penting di kawasan Indo-Pasifik.

Transformasi kekuatan dunia ditandai oleh melemahnya dominasi Barat dan meningkatnya pengaruh kekuatan Asia serta aliansi Selatan-Global.

Tiongkok tumbuh menjadi kekuatan ekonomi dan militer utama dengan proyek ambisius Belt and Road Initiative (BRI) yang memperluas pengaruhnya secara global. Sementara India menegaskan diri sebagai kekuatan teknologi dan industri baru, serta Rusia memperkuat pengaruh geopolitiknya melalui strategi energi dan pertahanan.

Amerika Serikat dan sekutunya menghadapi tantangan serius dari meningkatnya ketergantungan ekonomi global terhadap Asia. Krisis keuangan, polarisasi politik, dan kelelahan intervensi militer melemahkan posisi hegemonik AS.

Dunia kini bergerak menuju tatanan multipolar, di mana kekuasaan tersebar di antara beberapa pusat kekuatan. BRICS, ASEAN, Uni Eropa, dan organisasi regional lain menjadi aktor penting dalam menentukan arah kebijakan global.

Implikasi Ekonomi Bagi Indonesia

Perubahan struktur kekuatan global membuka peluang sekaligus tantangan besar bagi Indonesia. Indonesia kini tidak lagi bergantung penuh pada Barat, melainkan dapat memperluas kerja sama dengan Tiongkok, India, dan negara BRICS lainnya. Investasi infrastruktur, perdagangan digital, dan proyek energi terbarukan menjadi bidang strategis yang terus berkembang.

Namun, ketergantungan terhadap investasi asing berpotensi menciptakan kerentanan baru. Oleh karena itu, Indonesia perlu memperkuat industri domestik dan kemandirian teknologi agar tidak terjebak dalam ketergantungan ekonomi geopolitik.

Indonesia menjadi titik temu antara Samudra Hindia dan Pasifik, menjadikannya wilayah strategis dalam rivalitas AS–Tiongkok. Untuk menjaga stabilitas, Indonesia menegaskan prinsip “politik bebas aktif” dan berperan sebagai penyeimbang (balancer) di kawasan.

Dalam struktur multipolar, diplomasi Indonesia harus bersifat adaptif dan aktif di forum-forum internasional seperti G20, ASEAN, dan PBB. Pendekatan ini penting untuk memastikan kepentingan nasional tetap terjaga di tengah tarik-menarik kekuatan global.

Pergeseran geopolitik juga memunculkan ancaman baru seperti perang siber, disinformasi, dan ketegangan sumber daya alam. Indonesia perlu memperkuat keamanan digital dan diplomasi pertahanan untuk menghadapi risiko tersebut.

Globalisasi yang didorong oleh perubahan kekuatan dunia turut memengaruhi pola budaya dan ideologi masyarakat. Arus informasi yang cepat dan penetrasi teknologi global menuntut Indonesia menjaga jati diri bangsa melalui penguatan karakter nasional, pendidikan kebangsaan, serta literasi geopolitik masyarakat.

Jadi, perubahan struktur kekuatan global dari sistem unipolar ke multipolar membawa konsekuensi luas bagi tatanan dunia dan posisi Indonesia di dalamnya. Sebagai negara dengan posisi strategis dan potensi ekonomi besar, Indonesia perlu memainkan peran aktif dan cerdas dalam memanfaatkan peluang geopolitik, memperkuat kemandirian nasional, dan menjaga stabilitas kawasan. Dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi kekuatan penyeimbang dan motor perdamaian di kawasan Indo-Pasifik serta di panggung dunia.

No More Posts Available.

No more pages to load.