Oleh : Dede Farhan Aulawi
RevolusiNews.com – Dalam era globalisasi yang penuh dinamika, risiko geopolitik menjadi salah satu faktor strategis yang sangat memengaruhi arah kebijakan ekonomi dan stabilitas nasional. Ketegangan antarnegara, perang dagang, konflik sumber daya, hingga perubahan aliansi politik internasional, semuanya membawa konsekuensi yang kompleks terhadap keberlanjutan ekonomi dan ketahanan suatu negara. Bagi Indonesia, yang berada di kawasan strategis Indo-Pasifik, memahami dan mengantisipasi risiko geopolitik menjadi hal yang mendesak untuk menjaga kemandirian ekonomi sekaligus memperkuat ketahanan nasional.
Risiko geopolitik mencakup berbagai potensi ketegangan dan konflik yang timbul akibat pertarungan kepentingan antarnegara dalam bidang politik, ekonomi, dan keamanan. Contohnya adalah rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang berdampak luas terhadap rantai pasok global, nilai tukar mata uang, serta stabilitas perdagangan dunia. Selain itu, konflik di Timur Tengah dan Eropa Timur turut memengaruhi harga energi global, yang secara langsung berdampak pada inflasi dan biaya produksi di negara lain.
Ketergantungan ekonomi global yang saling terhubung membuat setiap ketegangan politik lintas batas dapat menimbulkan efek domino. Fluktuasi harga komoditas, gangguan logistik, dan perubahan kebijakan ekspor-impor merupakan wujud nyata dari dampak geopolitik terhadap sistem ekonomi dunia.
Bagi Indonesia, risiko geopolitik global berpotensi menghambat stabilitas ekonomi jangka panjang. Ketika harga minyak dan pangan dunia meningkat akibat konflik internasional, tekanan inflasi dalam negeri turut menguat. Ketidakpastian global juga dapat menurunkan minat investasi asing, melemahkan nilai tukar, dan menurunkan daya saing industri domestik.
Selain itu, ketergantungan terhadap impor bahan baku tertentu membuat perekonomian nasional rentan terhadap gangguan rantai pasok global. Oleh karena itu, strategi diversifikasi ekonomi, penguatan industri dalam negeri, dan peningkatan ketahanan energi menjadi langkah penting untuk menjaga keberlanjutan pembangunan nasional.
Ketahanan nasional tidak hanya diukur dari kemampuan pertahanan militer, tetapi juga dari daya tahan ekonomi, sosial, dan politik bangsa menghadapi tekanan eksternal. Ketika risiko geopolitik meningkat, negara harus memiliki kapasitas adaptif dalam mempertahankan kedaulatan politik dan ekonomi.
Kelemahan ekonomi akibat krisis global dapat berimbas pada meningkatnya pengangguran, ketimpangan sosial, dan penurunan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Dalam jangka panjang, hal ini bisa mengancam stabilitas nasional. Oleh karena itu, memperkuat ketahanan ekonomi melalui kemandirian pangan, energi, dan teknologi menjadi bagian integral dari strategi keamanan nasional.
Untuk meminimalkan dampak risiko geopolitik, Indonesia perlu mengembangkan kebijakan luar negeri yang adaptif dan berimbang. Diplomasi ekonomi harus diarahkan untuk memperluas pasar ekspor, memperkuat kerja sama regional, dan mengamankan pasokan sumber daya strategis. Di sisi lain, pembangunan ekonomi nasional harus berbasis pada kemandirian dan inovasi, agar tidak terlalu bergantung pada dinamika global.
Selain itu, penguatan pertahanan siber, perlindungan infrastruktur vital, serta peningkatan kapasitas intelijen ekonomi menjadi aspek penting dalam mengantisipasi risiko non-militer yang muncul akibat ketegangan geopolitik.
Dengan demikian, risiko geopolitik merupakan tantangan nyata yang menuntut kesiapsiagaan bangsa dalam menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan nasional. Dalam menghadapi perubahan tatanan dunia yang semakin kompleks, Indonesia harus mampu membaca arah geostrategi global, memperkuat ketahanan ekonomi domestik, dan membangun diplomasi yang tangguh serta independen. Hanya dengan strategi yang holistik dan adaptif, keberlanjutan ekonomi dan ketahanan nasional dapat terjamin di tengah pusaran dinamika geopolitik global.







