Prawita Genppari Sosialisasikan Wisata Edukasi Pertanian Berbasis Pedesaan

prawita genppari revolusinews revolusi news 2023 02 25t183044.332

BANDUNG, Revolusinews.comPrawita Genppari merupakan ujung tombak organisasi pegiat pariwisata yang terus melakukan terobosan inovatif untuk kemajuan bangsa dan negara di bidang pariwisata, seni budaya, koperasi dan UMKM yang saat ini mensosialisasikan wisata edukasi pertanian berbasis pedesaan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dengan ide-ide dan gagasan yang sangat mengesankan dalam membuka mindset tata laksana kepariwisataan semakin luas.

Ketua Umum DPP Prawita Genppari, Dede Farhan Aulawi mengatakan, bahwa pariwisata tidak sekedar tersedianya spot wisata alam seperti pantai, danau atau air terjun saja, tetapi lebih luas dari itu semua misalnya pengembangan konsep wisata edukasi. Baik wisata edukasi pertanian, wisata edukasi perkebunan, wisata edukasi peternakan dan juga wisata edukasi perikanan.

“Konsep dasar wisata edukasi pertanian yang digagas oleh Prawita Genppari ini sebenarnya sudah dimulai sejak awal pendirian pada tahun 2001, meskipun saat itu bentuknya masih berupa yayasan. Konsep ini sangat sejalan dengan program pemerintah dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional, karena Prawita Genppari memandang masalah pangan adalah masalah fundamental yang harus digagas dan difikirkan bersama untuk kesinambungan suatu bangsa. Sehebat apapun keberhasilan pembangunan ‘fisik’ jika tidak ditopang oleh ketahanan pangan yang memadai, maka pembangunan itu sama dengan ‘nol besar’ karena rakyatnya akan menderita,” ujar Dede di Bandung, Kamis (23/2/2023).

Dede menjelaskan, konsep ini sangat memadukan ide dan gagasan kepariwisataan yang berbasis pada pertanian dengan orientasi meningkatkan jumlah dan keragaman pangan sehingga ketersediaan pangan nasional bisa kuat dan meningkat. Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Sebagaimana tertera dalam Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, Pasal 1 Ayat 17 menjelaskan bahwa ketahanan pangan yaitu kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Menurutnya, jika krisis pangan terjadi, maka akan berdampak pada terganggunya stabilitas negara. Hal ini bisa terjadi mengingat dampaknya kekurangan pangan akan dirasakan langsung oleh masyarakat karena dapat memicu kelaparan, kemiskinan, dan kurangnya gizi. Bagi Prawita Genppari masalah ketahanan pangan mendapat perhatian khusus melalui program peningkatan ketersediaan, akses dan kualitas konsumsi pangan. Terutama sejak terasanya dampak La Nina dan El Nino yang meliputi kelangkaan agriculture input, penurunan produksi terutama perishable product (produksi pangan pokok), dampak Covid-19 yang menyebabkan supply dan demand pangan terganggu, kualitas dan kuantitas pangan menurun dan potensi untuk meningkatkan PoU, Stunting, wasting dan kekurangan micronutrient.

“Beberapa hal yang menjadi tantangan ketahanan pangan, seperti sarana dan prasarana pertanian, skala usaha tani kecil dan konversi lahan, adanya dampak perubahan iklim, akses pangan yang tidak merata, food loss and waste yang tinggi, regenarasi petani lambat dan tantangan di inovasi dan diseminasi teknologi. Ketahanan pangan erat kaitannya dengan pertanian yang berkelanjutan. Dimensi ketahanan pangan sesuai dengan UU No. 18 tahun 2012 meliputi tiga aspek, yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan. Muara dari pertanian yang berkelanjutan berkaitan dengan kesehatan tanah, meliputi memaksimalkan akar hidup yang berkelanjutan, meminimalkan gangguan, memaksimalkan penutup tanah, dan memaksimalkan keanekaragaman hayati,” kata Dede.

Lebih lanjut Dede juga menjelaskan terkait 4 pilar ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan (produksi dan import), cadangan pangan, penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan, dan pencegahan dan penanggulangan rawan pangan. Untuk itu potensi pertanian di desa – desa harus diperkuat dengan komitmen dan kebijakan nyata agar setiap jengkal tanah bisa produktif dan optimal.

“Harap diingat bahwa jumlah penduduk tambah banyak, sementara lahan produktif semakin menipis karena banyaklah lahan produktif yang beralih fungsi seperti jadi jalan tol, perumahan, pabrik – pabrik, dan sebagainya. Oleh karenanya seluruh aparatur desa dan masyarakat harus bersatu padu, bahu membahu berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan yang ada agar lebih produktif dan lestari, baik secara kuantitas maupun kualitas. Termasuk perluasan areal pertanian, misalnya dengan ekstensifikasi pertanian pada lahan potensial,” tutup Dede.

No More Posts Available.

No more pages to load.