INDRAMAYU, Revolusinews.com – Keberadaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang dikelola oleh Koperasi Wana Pantai Tiris terasa sangat membantu bagi para nelayan yang berada di Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Pasalnya, di wilayah Limbangan sebagian besar penduduknya ada 300 keluarga berprofesi sebagai nelayan dan perekonomian keluarganya ditopang dari hasil melaut. Tentu dengan adanya SPBN ini mereka merasa terbantu karena mudah untuk memperoleh BBM jenis bio Solar dengan harga subsidi dan tidak harus melalui pihak ketiga yang tentu saja harganya jauh lebih mahal.
Nelayan di Desa Limbangan terbagi dua, yaitu nelayan harian yakni pergi melaut setiap hari dan ada juga yang pulang beberapa hari sekali sesuai jenis kapal yang mereka gunakan rata-rata dibawah 10 gross tonnage.
Dulu, sebelum adanya SPBN para nelayan jika hendak melaut, mereka membeli bahan bakar minyak jenis bio solar kepada tengkulak (pihak ketiga) karena belum ada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN).
“Dulu kita kalau beli BBM lewat tengkulak yang siap menyuplai dan mendanai berapapun kita butuhkan, termasuk juga kebutuhan perbekalan seperti umpan, sembako selama melaut. Dengan adanya SPBN kita terbantu tidak harus susah-susah mencari Solar,” ujar warga yang tidak mau disebut namanya.
Dikatakan bahwa para nelayan di kawasan Limbangan dan sekitarnya merupakan nelayan kecil dengan kapal dibawah 10 GT, jadi kami membeli BBM jenis bio solar sesuai rekomendasi dari Dinas terkait.
“Kami disini merupakan nelayan pencari rajungan, cumi, udang ikan. Tapi sejak bulan dua di bulan lalu, sepi hasil tangkapan bahkan harus “nombok” karena ongkos melaut tidak sebanding dengan hasil yang kami dapatkan. Apalagi saat ini, kalau melaut paling hanya dapat tangkapan 20 kilogram cumi padahal modal melaut selama 4 hari sekitar Rp. 2,5 juta itupun kalau saat cuaca baik. Tidak seperti dulu, tangkapan bisa mencapai 70 kilogram,” keluh Nono.
Dalam keluh kesahnya ia mengisahkan, meski sudah ada SPBN, para nelayan di Limbangan yang jumlahnya ratusan termasuk dari desa lain seperti Desa Lombang. Kami nelayan pemilik kapal kecil, terkadang masih kesulitan dalam mendapatkan BBM terkait rekomendasi dan rata – rata permasalahan yang kami alami untuk nelayan yang menginap 3 sampai 4 hari baru dapat pulang ke darat dan mereka tidak bisa beli BBM sekaligus, padahal kalau ditengah laut kehabisan BBM justru membahayakan,” jelasnya.
“Kami selama ini kesulitan mendapatkan BBM jenis bio Solar karena tidak bisa membeli pakai jeriken. Untuk di ketahui bahwa kami nelayan kecil sebelum melaut harus punya cadangan solar dalam jeriken guna langkah antisipasi hal buruk terjadi di lapangan dan tidak mungkin kapal dibawa ke SPBU,” imbuhnya
“Adanya SPBN bagi kami sangat membantu karena bisa membeli solar dengan harga subsidi. Kalau lewat tengkulak bisa diatas Rp. 8000 perliter,” ungkapnya pada Wartawan Revolusinews.com, Jumat (20/07/2024).
Dalam mendapatkan BBM jenis bio Solar, para nelayan meminta surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu. Setelah mendapatkan surat rekomendasi kemudian didaftarkan ke SPBN untuk mendapatkan Barcode. Barcode sesuai nomer dan nama kapal itulah yang digunakan untuk membeli BBM.
“Repotnya itu tiap bulan kita harus memperpanjang surat rekomendasi padahal kami serasa baru pulang melaut sudah harus mengurus lagi. Jadi kami berharap kepada pihak terkait agar surat rekomendasi berlaku tidak untuk satu bulan saja, namun bisa untuk satu tahun atau minimal 6 bulan sekali,” ungkap Nino.
Pengelola SPBN Koperasi Wana Pantai Tiris, Carikam menjelaskan keberadaan SPBN di desa Limbangan untuk melayani para nelayan di kawasan laut paling utara di Kabupaten Indramayu dengan operasional SPBN dari Pukul 08.00 WIB sampai Pukul 16.00 WIB pasokan perhari sebanyak 5000 kilo liter.
“Kami beri pelayanan fleksibel bahkan lebih dari jam 16.00 WIB kalau ada nelayan yang datang tetap dilayani,” tutur pengelola SPBN Koperasi Wana Pantai Tiris, Carikam.
Dijelaskan bahwa di SPBN 38.45217 Koperasi Wana Pantai Tiris terdapat empat karyawan yang siap melayani para nelayan.
“Rata-rata yang antre jeriken itu ibu-ibu dan bapak – bapaknya atau suami dari mereka masih melaut, kalaupun sudah pulang, mereka sedang istirahat setelah melaut. Kami sebagai operator harus sabar melayani konsumen ibu-ibu nelayan karena setiap pagi ada ratusan yang antre,” tutupnya.