DEPOK, Revolusinews.com– Anggota KPU Kota Depok periode 2018-2023 Ketua Divisi Hukum dan Koordinator LS Vinus Kota Depok, Ahmad Soleh Firdaus Habibi menanggapi adanya pemangkasan TPS yang berpotensi menguntungkan salah satu pasangan calon (Paslon) sekaligus mengungkapkan anggaran dalam perhelatan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Depok yang akan dilaksanakan pada Rabu 27 November 2024.
“Pelaksanaan pemilihan tinggal menghitung hari, akan tetapi berdasarkan sejumlah pemberitaan di media, ternyata masih banyak warga Kota Depok belum mendapatkan informasi yang cukup terkait pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Depok,” ujar Ahmad kepada Revolusi News (RNews) pada Rabu (16/10/2024).
Lebih lanjut, Ahmad Soleh Firdaus Habibi mengungkapkan, bahwa anggaran Pilkada Kota Depok konon diangka Rp 73 milyar. Angka ini sebenarnya lebih dari cukup untuk perhelatan seluruh tahapan. Anggaran Pilkada Kota Depok yang sebesar itu semulanya adalah karena jumlah TPS yang besar, yang dalam proses perencanaan KPU Kota Depok bersama pihak Pemerintah Kota Depok dan DPRD Kota Depok TPS berjumlah 4.300-an. TPS dengan jumlah sebesar itu oleh para Komisioner KPU Kota Depok periode sebelumnya dimaksudkan agar pelayanan kepada para pemilih lebih maksimal, yakni diantaranya agar jarak antara tempat tinggal pemilih dengan TPS berada pada jarak yang dekat. Akan tetapi entah karena alasan apa pada akhirnya TPS pada Pilkada kali ini hanya berjumlah 2.763.
“Jika pemangkasan jumlah TPS tersebut dimaksudkan untuk efisiensi, maka hal tersebut tentulah tidak tepat. Karena pelayanan kepada para pemilih seharusnya menjadi prioritas, lagi pula anggaran tersebut sudah disetujui oleh seluruh stakeholder. Apa ia penyelenggara berencana melakukan pengembalian anggaran dalam jumlah yang besar ?,” tanya Ahmad menegaskan.
“Jika demikian berarti ada ketidaksingkronan antara perencanaan dengan pelaksanaan. Jika beralasan pemangkasan dilakukan karena arahan maka inipun tidak bisa dengan mudah kita terima, bukankah pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Depok menggunakan APBD dan KPU Kota Depok memiliki kecukupan otoritas dalam melakukan pengelolaan anggaran? sambungnya.
Dirinya menegaskan, bahwa KPU Kota Depok sepenuhnya memiliki otoritas untuk mengelola anggaran Pilkada tersebut tanpa perlu ada upaya efisiensi yang pada akhirnya justru merugikan banyak pihak, yakni dengan merampingkan jumlah TPS.
Menurutnya, setelah jumlah TPS dipangkas secara signifikan, publik juga belum melihat kemana alokasi anggaran itu dialihkan, jika kita berharap alokasi anggaran tersebut dialihkan dan kemudian difokuskan kepada upaya KPU Kota Depok dalam melakukan sosialisasi, akan tetapi nyatanya masih terlalu banyak warga Depok yang memiliki hak pilih belum mendapat informasi yang memadai terkait Pilkada.
“Jumlah TPS yang minimalis tersebut sebenarnya berpotensi menguntungkan pasangan calon tertentu dan berpotensi merugikan pasangan calon yang lain. Bagi pasangan calon yang memiliki pendukung militan dan apalagi kandidat calon ini berasal dari Partai Politik serta sedari awal sudah digadang-gadang bahkan direncanakan secara sistematis akan dijadikan calon walikota maka hal tersebut menguntungkan, karena pemilih yang militan tetap akan datang ke TPS seberapa jauhpun jarak dari rumahnya ke TPS. Akan tetapi bagi pasangan calon yang para pemilihnya lebih merupakan pemilih yang cair (tidak militan) karena calon bukan berasal dari partai politik dan apalagi publik baru saja mengetahui bahwa yang bersangkutan menjadi calon walikota maka jauhnya lokasi TPS tentu saja berpotensi membuat pemilih berpikir dua kali bahkan akhirnya malas untuk datang ke TPS,” kata Ahmad memaparkan.
Kemudian dia menerangkan, jika tingkat partisipasi Pilkada yang rendah disinyalir menguntungkan salah satu pasangan calon dan disaat yang bersamaan juga merugikan pasangan calon yang lain, lebih pelik dari itu, alih-alih pemangkasan jumlah TPS itu menguntungkan KPU Kota Depok karena berhasil melakukan efisiensi justru sebaliknya malah merugikan KPU Kota Depok itu sendiri karena tingkat partisipasi yang rendah bahkan bisa jadi akan sangat rendah. Bukankah diantara indikator keberhasilan penyelenggara pemilu adalah tingkat partisipasi yang tinggi dan sebaliknya tingkat partisipasi yang rendah menjadi penanda paling vulgar bagi kegagalan penyelenggara?
“Apalagi November adalah musim hujan, maka bisa saja terjadi sudahlah jarak dari rumah ke TPS agak jauh, terus turun hujan pula. Ambyar. Nampaknya, hal-hal yang demikian tidak mendapat cukup perhatian dari banyak pihak, utamanya dari KPU Kota Depok,” pungkas Ahmad menutup pembicaraannya.
Ayo penyelenggara dan semua, tetap semangat!!!