TANGERANG, Revolusinews.com – Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pendamping Desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 110 tahun 2016 tentang BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari masyarakat desa berdasarkan penetapan secara demokratis serta memiliki tiga peran dan fungsi yaitu menyepakati dalam pembuatan Peraturan Desa bersama mengawasi kinerja kepala desa dan menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat.
Dalam hal ini pengawasan pihak BPD dan pendamping desa harusnya lebih bisa bekerja secara profesional sehingga meminimalisir penyalahgunaan adanya dugaan pencairan ganda dana desa 2024 di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Bukan tanpa sebab banyak pemberitaan miring terkait yang mencerminkan tidak maksimalnya pengawasan adanya dugaan pencairan ganda dana desa pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) 2024 yang melibatkan 48 Desa di Kabupaten Tangerang yang disinyalir berawal dari dana SILPA.
Dalam wawancara dengan awak media online dan cetak, Ketua DPC Tangerang Lembaga KPK Nusantara (Komunitas Pemantau Korupsi -Nusantara) Endang Supriatna alias Bung Eden Aktivis Junior mengatakan, di era reformasi ini semua berubah, desakan masyarakat publik agar kinerja Se-Tangerang BPD desa dan Pendamping Desa harus dioptimalkan sesuai dengan tugas dan fungsinya khususnya dalam hal mengawasi kinerja baik pembangunan milik desa dan pemberdayaan masyarakat milik desa beserta pengawasan anggaran dana desa dan juga menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat.
Di sisi lain untuk keterbukaan dan transparan dalam penggunaan keuangan desa termasuk Dana Desa khususnya oleh Pemerintah Desa se-Kabupaten Tangerang dapat memberikan informasi kepada masyarakat, hal itu diperbolehkan Undang Undang.
“Saya berharap BPD dan pendampingan desa bisa berjalan sebagaimana mestinya dan intinya ada dua komitmen dan konsisten, komitmen sebagai Ketua dan anggota BPD dan konsisten melaksanakan peran dan fungsinya,” kata Ketua Eden
Menurutnya, bila semua anggota BPD termasuk juga Ketuanya dan pendamping desa memahami ketiga fungsi dan berkerja, maka tidak akan terjadi penyalahgunaan, penyelewengan dan penyimpangan yang diduga dilakukan oknum Kuwu.
“BPD dan pendamping diduga gagal menjadi pengawas karena mereka berkepentingan dengan anggaran desa dan hasil penelusuran investigasi di lapangan ditemukan juga ada Ketua DPD doubel job sebagai guru pengajar pendidikan SK P3K,” ungkap Ketua Eden
Ia menambahkan secara umum, bpd desa pendamping desa tidak diperbolehkan merangkap jabatan. Larangan ini bertujuan untuk menjaga fokus dan integritas perangkat desa dalam menjalankan tugasnya melayani masyarakat di desa.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa: Pasal 51 ayat (1) huruf b: Menyebutkan bahwa perangkat desa dilarang merangkap jabatan sebagai pegawai negeri, anggota TNI/Polri, atau pengurus partai politik. Meskipun tidak secara eksplisit menyebut BUMN, BUMD, Perusahaan Swasta, namun prinsip larangan merangkap jabatan ini berlaku untuk mencegah konflik kepentingan dan memastikan perangkat desa dapat menjalankan tugasnya secara optimal. Permendagri Nomor 67 Tahun 2017. Permendagri yang mengatur tentang perangkat desa akan memberikan penjelasan