DEPOK, Revolusinews.com – Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) SMAN 5 Depok, Drs. H. Ahmad Syamsuri M.Pd yang terlihat parlente dengan tunggangannya Mobil Toyota Fortuner warna hitam dinilai menunjukkan sikap arogansi, diskriminatif dan terkesan menunjukkan sikap menghambat tugas jurnalistik saat ditemui awak media.
Setelah dikonfirmasi terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di ruangannya pada Selasa (18/7/2023), Ahmad Syamsuri mengatakan bahwa kebijakan PPDB sepenuhnya oleh Kepala SMAN 5 Depok, Supyana,. S.Pd dan Ketua PPDB yang juga Wakasek Kesiswaan, Aas Sutisna S.Pd,. M.Pd.
Namun, Ahmad Syamsuri tidak bersedia mereferensikan atau menjembatani wartawan untuk bertemu dengan Kepsek atau Wakasek kesiswaan yang juga Ketua PPDB. Bahkan, Ahmad Syamsuri menyarankan wartawan untuk bolak-balik ke sekolah sampai bertemu dengan Kepsek atau Ketua PPDB. Sehingga terkesan menghambat tugas jurnalistik.
“Kebijakan PPDB sepenuhnya oleh Kepala Sekolah atau Ketua PPDB. Silahkan saja temui yang bersangkutan. Tapi Pak Aas jadwal ke sekolahnya tidak menentu, datang ke sekolah kemudian pergi dan seterusnya begitu. Temui saja sampai ketemu,” saran Ahmad Syamsuri yang terkesan menghambat tugas jurnalistik.
Selaku wartawan media ini yang melaksanakan tugas jurnalistik menemui Wakasek SMAN 5 Depok, Ahmad Syamsuri. Sebelumnya, berawal wartawan bertemu dengan Satpam mengatakan Ahmad Syamsuri sedang istirahat makan. Ketika masuk sekolah bertanya ke ibu guru mengatakan Ahmad Syamsuri tidak ada di tempat. Kemudian kembali bertanya ke ibu guru lain mengatakan Ahmad Syamsuri tidak masuk. Terakhir kembali bertanya ke bapak guru mengatakan tidak mengetahui Ahmad Syamsuri.
Setelah dicari ternyata Wakasek Ahmad Syamsuri berada di kantin. Setelah ditunggu, Ahmad Syamsuri keluar dari kantin seolah tidak menghargai dan mengabaikan wartawan yang hendak menemuinya. Setelah di ruangan, Ahmad Syamsuri mengatakan, “tangan kanan letoy sama anak kecil kalah, sedangkan tangan kiri buat nonjok masih mampu,” ucap Ahmad Syamsuri sembari mengarahkan ke wartawan.
Sikap pendidik tersebut menunjukkan birokrasi yang tidak efektif, efisien, berbelit-belit, pembohongan informasi, pelayanan yang buruk, tertutup/tidak transparansi, bahkan terkesan menghambat tugas jurnalistik.
Sementara itu, sebagaimana Pasal 18 ayat (1) berbunyi “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).